Air mataku sengaja kuteteskan di atas buku kosong. Supaya meresap rasa ini dan bercerita mereka di sana. Saat lupa, mereka mengingatkan. Malam hari, air mata yang sudah kering menjelma menjadi kata-kata. Terpatah-patah dan tak rapi, karena begitu memang kalau menangis.
Daripada kubiarkan kering di tempat-tempat tak penting, aku membeli sebuah buku khusus untuk mencatat butiran air mataku. Butiran air mata itu sebenarnya kata-kata yang tak terucap. Makanya mereka butuh buku kosong. Mata juga bisa menulis kan.
Karena mata adalah juga pena. Air mata adalah tinta. Mereka memproduksi kata-kata yang tak terbaca oleh mata. Sekarang buku air mataku ini sudah belasan bab. Judulnya beragam. Tapi, tentunya kamu nggak bisa baca.
Mataku sembab. Seperti tulang jari yang lelah menulis. Itu di toples ada jutaan detik-detik yang terbuang saat kamu memandangi aku.
Saya menulis sebab sering diserang perasaan ingin berada di sini, di sana, dan di mana-mana sekaligus. Semua yang saya tulis disini sebenarnya cuman mau bikin pengakuan dosa saja. Ini cuman sekedar luapan dari sampah hati saya setelah sekian lama mengendap di palung pikiran yang kedap dan padat.
Jumat, 19 Juli 2013
Air Mata
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.