Rabu, 19 Desember 2012

Aku mau bebas

Seperti angin.
Seperti hujan.
Seperti dandelion.
Seperti batu.
Seperti ketiadaan.
Tapi hidup memasung kakiku.
Aku tak suka.
Ingin menyesap dengan asap.
Seperti asap rokok.
Masuk ke paru-paru.
Membunuh.
Ingin melesak dengan isak.
Mendesak ingus masuk ke otak.
Masuk ke arteri dekat jantung bersekat.
Menunggu sekarat.
Mati besok.
Besok mati.

Minggu, 09 Desember 2012

Langit Hujan

Aku mendongakkan kepala. 
Mencoba membuka mata, 
butiran langit menyusup 
masuk ke bola mataku. 
Kulihat dari sinar lampu, 
butiran-butiran kecil kiriman langit 
berlomba-lomba turun mendahului udara. 
Kubuka kedua telapak tanganku, lebar-lebar. 
Menyambut tari-tarian hujan, 
terasa geli di permukaan kulit. 

Kubiarkan jendela kamarku terbuka, 
nyanyian langit terdengar semakin jelas. 
Dentingan air, berkolaborasi dengan atap. 
Membentur-bentur tanah, 
menjawab sapaan guntur. 
Rambutku masih menyisakan sedikit kiriman langit. 
Butiran-butiran kecil berjatuhan, menyapaku centil. 
Tubuhku masih menyisakan energi,
untuk ini, sapaan selamat malam 
untukmu, langit hujan.
Terimakasih untuk nyanyianmu.
Selamat tidur.

Kamis, 29 November 2012

Kenapa Tak Bertanya Kenapa?

Ketiadaan tak perlu mengerti apa-apa.
Udara tak perlu bertanya kenapa ia ada di mana-mana.
Atau ketika ia tak perlu ada di ruang angkasa.

Air tak bertanya kenapa ia mengalir.
Atau api tak penasaran kenapa ia panas.
Tak ada penugasan bagi alam.
Mereka ada karena mereka ada.

Kenapa tak bertanya kenapa?
Seperti moncong makhluk mulia.
Menyerocos seperti leter bebek.
Menyumpah seperti umpan hiu.

Kenapa tak bertanya kenapa?
Seperti dengus hidung penghidup.
Mendengkus, tenggelam, tertelan tanda tanya.
Menghisap udara mentah-mentah.

Sabtu, 10 November 2012

Negeri Mata Tertutup

Hai semua! 

Aku akan menceritakan dunia tempatku tinggal. Karena lebih baik hidup di dunia mimpi, tapi dengan mata terbuka. Daripada hidup di dunia nyata, tapi dengan mata tertutup. Tapi kalau kau takut, jangan tutup matamu. Buka dengan lebar, lalu lihat lekat-lekat. Lama-lama ketakutan itu yang lari dari matamu. Karena, di dunia kami, ketakutan itu manis.

Nah, sekarang, duduk yang mantap, tutup matamu, dan jejakkan kakimu di Negeri Mata Tertutup. Sampai di sana, aku akan membuka penutup matamu, dan kau akan melihat keajaiban.

Di Negeri Mata Tertutup, ada bintang-bintang berwarna merah muda, yang tidak akan terlihat kecuali kau menutup mata. Ada pelangi transparan, bergoyang-goyang di langit merah muda, seperti jelly. Pelangi transparan dapat kaujilati sepuasnya. Kalau kau tanya apa rasa pelangi, coba saja kau jilati. Bandingkan dengan rasa mentari. Si oranye besar yang menari-nari sepanjang siang. Kau dapat menjilati sinarnya, lalu katakan apa rasanya. Karena, setiap rasa mentari akan berbeda bagi setiap orang. Apa rasa mentari oranye bagimu?

Oh ya, pernah lihat percikan ludah sang bulan? Ketika bulan mengidap flu, lalu bersin, dan ludahnya kemana-mana, saat itu terjadi hujan warna pelangi. Pernah lihat? Di sini, kami akan menantikan bulan kena flu. Supaya hujan warna pelangi sering turun. Di sini, hujan warna pelangi menumbuhkan bunga-bunga transparan. Bayi bunga transparan akan tumbuh menjadi bunga dewasa yang penuh warna-warna terang. Seperti warna stabilo dan spidol mewarnaimu. Kalau bayi bunga selalu merasa senang dan sering tersenyum pada bintang-bintang, ia akan tumbuh menjadi bunga berwarna terang. Tapi, kalau ia tidak suka tersenyum pada bintang-bintang, ia akan tumbuh tetap menjadi bunga transparan. Tidak kelihatan.

Bintang-bintang merah muda di langit hitam, mereka suka sekali mengedip-ngedip pada bulan. Mereka juga suka menari di panggung awan-awan. Kalau mereka menari terlalu riang, keringat mereka menjadi begitu banyak. Tapi jangan takut, keringat bintang tidak bau. Tidak juga basah. Keringat bintang itu serbuk kenyal berbau stroberi. Jadi, ketika kau menengadahkan kepalamu untuk melihat tarian bintang, buka mulutmu. Kalau kau beruntung, kau dapat mengecap keringat bintang-bintang juga! Dan serbuk kenyal berbau stroberi itu akan meleleh di atas lidahmu, menari-nari dan membentur langit-langit mulutmu, persis seperti tarian bintang di langit hitam.

Apakah di Negeri Mata Tertutup ada rasa takut? 

Ada, ada ketakutan di sana. Hanya saja, ketakutan itu manis, bisa dikecap, dikunyah, dan dilepehkan. Seperti permen karet. Rasa sakit juga ada. Rasanya asam. Beda dengan rasa takut yang manis. Tapi yang manis tidak selalu baik, dan yang asam bisa saja bagus untukmu. Jadi, hati-hati memilih apa yang kautelan. Kadang, kita harus membeli rasa sakit. Karena, tidak ada pelajaran yang gratis. Uangnya adalah Koin Pengalaman. Beli, dan kecap. Dan, jangan takut.

Di Negeri Mata Tertutup, tidak semua yang indah itu baik. Meskipun terlihat indah, bisa saja itu adalah awan jahat. Awan jahat berwarna hitam kelam, lebih hitam dari langit malam. Ia bisa menutup matamu dari kemungkinan. Kalau matamu ditutup dan tidak dapat melihat kemungkinan, bahkan keringat bintang, pelangi transparan, dan hujan warna pelangi pun tak dapat membuatmu tersenyum lagi. Kau akan sepenuhnya buta, dan lebih baik kau buka mata, dan meninggalkan Negeri Mata Tertutup. Yah, awan jahat harus dihindari. Hal-hal indah harus diteliti. 

Oh ya, di sini, kami memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasamu. Kami berbicara dengan senyuman. Jadi, kau harus benar-benar jeli. Kau harus bisa membedakan, mana senyuman yang berkata ya, senyuman yang berkata tidak, atau senyuman yang justru membawamu ke Asap Harapan.

Kau bertanya kan, apa itu Asap Harapan?

Asap Harapan, mirip apa yang kauanggap sebagai Harapan. Kau bisa berpegang pada Harapan, tapi Asap Harapan, kau memegangnya seperti menggenggam ilusi. Kau tak bisa menggenggam asap. Nah, untuk itu, jangan tertipu dengan senyuman manusia yang bisa membawamu ke Asap Harapan. Kau harus tahu bagaimana tersenyum. Karena tersenyum, sekali lagi, adalah cara kami berbicara. Kau harus benar-benar belajar. Tapi, jangan takut. Kalau kau takut, kau hanya perlu membuka matamu lebar-lebar, dan pelototi ketakutan. Atau kecap ketakutan, kunyah, dan lepehkan. Seperti memakan permen karet.

Di Negeri Mata Tertutup, semua terlihat indah, tapi, aku belum membawamu ke tempat yang lebih indah lagi. Yang bisa menculikmu selama-lamanya. Ssst. Kau sungguh, belum kemana-mana. Mau melanjutkan perjalananmu?

Senin, 05 November 2012

Revolusi Romansa Cinta

Banyak orang bertanya, bahkan mencemooh, kenapa cinta musti dipelajari? Cinta itu alami dan tidak bisa dijelaskan. Jaman dulu kakek-nenek gak pake belajar cinta segala, tapi langgeng puluhan tahun tuh.. Kenapa sekarang musti belajar?
Karena jaman dulu cinta dan prosesnya simple! Kenalan, ngapel, lamaran, nikah. Atau bisa juga dijodohin langsung. Kakek- nenek sepertinya gak pernah cuap-cuap soal cinta, baca tips-tips cinta, dan nonton film Korea, tapi cintanya bisa aja tuh abadi.
Tapi perubahan peran pria-wanita, kemajuan teknologi, dan maraknya entertainment, merubah pola dan proses cinta. Jaman kakek-nenek dulu peranan dalam hubungan sudah jelas: Suami membiayai dan melindungi, istri merawat dan mengurus. 
Jaman sekarang baik pria maupun wanita, semua berlomba mengejar kesuksesan. Makin sibuk makin bagus. Cinta nomor 2. Tujuan kakek saya dulu cuma satu: menghidupi keluarganya. Tujuan nenek saya dulu cuma satu: mengurus keluarganya. 
Bandingkan dengan tujuan pria dan wanita pada jaman ini: mengejar kesuksesan pribadi. Keduanya sama-sama egois. Kakek saya dulu gak bisa liat foto cewek di Fesbuk & kenalan lewat message. Paling juga liatin janda kampung sebelah, nenek saya juga dulu gak bisa ngefans sama selebtwit dan kenalan lewat DM. Kakek saya dan keluarga adalah dunianya.
Pria/wanita jaman sekarang SETIAP HARI liat foto dan kenalan sm lawan jenis di internet. Mudah ketemu orang baru. Pria-wanita jaman sekarang hidup di era modern, dengan gaya hidup modern, tp pola pikirnya tentang cinta masih KUNO!
Gaya hidup & perilaku sudah modern, tapi pola pikir ttg cinta masih KUNO. Itu yg bikin ribet & banyak masalah. Silakan koar-koar soal emansipasi & gender, tapi nyatanya attitude masyarakat kita tentang hub cinta masih KUNO!
Cewek kalo ngejar karir gak ada gengsi sama sekali.. tapi anehnya, kalo suka sama cowok gengsinya setinggi langit. Pria mengakui wanita jg bisa sukses.. tapi anehnya, tetep berusaha dapetin cewek dengan pamer duit dan kesuksesan. Wanita jaman sekarang gaji gede, jabatan manajer.. tapi anehnya, kalo nge-date tetep aja cowok yg harus bayarin. Pria semodern apapun dia.. tetep aja wanita ideal baginya adalah yang sederhana, jago masak & merawatnya seperti ibunya.
Coba deh pikirin lagi contoh-contoh tadi.. Aneh bukan? Kalo soal cinta, tiba-tiba kamu jadi jadul dan lupa emansipasi. Budaya pria yang bayarin kalo ngedate itu karena jaman dulu yang kerja dan punya duit yah cuma pria. Jadi yah wajar. Kalo sekarang wanita juga bisa kerja dan lebih sukses dari pria, apakah budaya jadul itu masih relevan? Coba pikir.
Yang lucunya, masih banyak cowok yg tersinggung/malu kalo ditraktir sama cewek. Contoh nyata pola pikir KUNO! Jaman sekarang pria-wanita setara dan orang pegang gadget super canggih, tapi kalo urusan cinta kok jadul? Kenapa kalo urusan cinta kok seolah-olah berat sebelah antara pria dan wanita? Ini yang buat cinta jadi ribet.
Katanya kesetaraan.. tapi kalo wanita punya income lebih besar, pria merasa minder dan berusaha buktikan diri. Katanya kesetaraan.. tapi kalo income wanita lebih besar, dia ngeluh, "Aku malu sama orang tuaku, pacarku pemalas."
Cowok: Bayangkan kalau istri kamu yang cari duit dan kamu yang ngurus rumah + anak. Bayangkan cemooh orang-orang. Kalo memang beneran setara, harusnya pria gak perlu merasa malu hanya karena pacar/istri punya income lebih besar. Khususnya Indonesia, kita hidup dengan gaya modern namun dengan pola pikir kuno. Wajar kalo timbul banyak masalah.
Banyak orang berpikir Hitman System itu anti-feminis, misoginis, chauvinis, dan segala macemnya.. SALAH BESAR! Kami MENDUKUNG PENUH kesetaraan hak & gender.. yang jd masalah itu justru karena masyarakat kita TIDAK SEPERTI ITU.
Semodern dan sesukses apapun seorang wanita, tetap saja dia cari pria yg lebih mapan dari dirinya untuk jd suami. Sebaliknya, pria semodern apapun tetap saja berpikir bahwa dia harus lebih mapan dari wanita & membiayai keluarga.
Pola hub jaman dulu itu simple. Kalo gak ada duit, salah suami. Kalo anak gak keurus, salah istri. Semua jelas. Jaman sekarang suami-istri kerja. Gak ada duit buat nyicil rumah, salah siapa? Anak dianiaya baby sitter, salah siapa? Anehnya, gak banyak orang yg sadar hal-hal ini. Mereka terus diam dalam paradox modern vs. kuno, dan stress sendiri.
Kita hidup di jaman modern, ubah pola pikir kamu tentang cinta dan romansa. Jangan berpikir seolah-olah ini tahun 1950. Kesetaraan dan keseimbangan. Saling bekerjasama. Itu adalah kunci hubungan cinta, terlebih lagi jaman sekarang. Wanita, jangan gengsi dan jual mahal ketinggian.. nanti kalo sudah deket deadline baru deh grasak grusuk.
Pria, jangan mengejar wanita memakai harta dan materi.. karena sekarang wanita bisa miliki itu semua tanpa pria. Wanita, coba lebih realistis.. pria mencari istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya, bukan CEO perusahaan. Pria, jangan memperlakukan dan memuja wanita bagai bidadari dari khayangan.. ingat bahwa kita semua setara. 
Kesetaraan dan keseimbangan. Dalam sebuah hub, setiap pihak wajib berkontribusi untuk hub tersebut. Harmoni. Pria yang beli tiket bioskop, wanita yang beli popcorn. Pria yang traktir dinner, wanita yang bayar ongkos taksi. Kalau hanya kamu yang selalu memberi, sementara dia hanya diam dan menerima. Itu namanya kamu dikerjain. Kalo kamu hanya mau menerima saja dan tidak mau memberi, wajar kalau dia akhirnya capek dan mencari yang lain, kan?
Ketika pria-wanita saling berkontribusi dalam hub, maka semua senang semua hepi.. tidak ada yg merasa dirugikan. Ingat, ini tahun 2012 abad 21.. bukan jaman feudalisme, di mana hanya pria yang aktif dan wanita cuma bisa pasif. Kesetaraan dan keseimbangan. Aku sayang kamu, kamu sayang aku. Aku bikin kamu hepi, kamu bikin aku hepi.
Sekian sharing dari pengalaman saya dan paradoks tentang romansa cinta.   


Selasa, 23 Oktober 2012

J E D A

Ada kosong di j     e     d     a

j     e            d           a sedang tengkar

j                           e                      d                 a  kan keluarga

kenapa j                                    e                            d                                      a

j           a                        u                                                     h

?

***

Jakarta, 04 Maret 2012
di atas Transjakarta

Selasa, 09 Oktober 2012

Tinggi

Sayapku gak pernah mati. Sayapku gak berhenti mengepak. 
Semakin kencang angin, semakin tinggi sayapku akan membawaku. 
Aku ada di atas semua, pandanganku setinggi awan. 
Aku berkenalan dengan sinar mentari dan bergurau bersama angin ribut. 
Aku melihat manusia-manusia kecil. Hidup dan mati. 
Aku lihat bunga-bunga cantik. Hidup dan mati. 
Semua yang bermula dan semua yang berakhir dan semua yang berlangsung. 
Yang tertawa dan terbawa. Yang tersenyum dan yang harum. 
Semua yang berawal, semua yang berajal. 
Yang lahir dan yang mati. Yang sakit dan yang sembuh. 
Tapi aku tinggi di atas yang ada dan terlihat. 
Aku tidak terhilang. Aku tidak hanyut atau jatuh. Atau terjerembab. 
Aku di atas. Menimbang-nimbang suhu udara. 
Bersinggungan dengan pundak awan. 
Menari-nari bersama janin embun. 
Mencabut uban uterus hujan. 
Aku menelan liur langit dan bercumbu dengan putih sampai mati. 
Aku tak mengenal takut, aku tak tahu apa gentar. 
Aku tinggi, lebih tinggi dari Himalaya, dari hati-hati kecil manusia. 
Sayapku yang membawaku pergi, menyelimuti putih dengan senyum. 
Berkasih-kasihan dengan udara transparan. Berkejaran dengan intimasi dingin. 
Aku melihat yang besar dan memperhatikan yang kecil. 
Aku terjun seperti air yang dimuntahkan awan. 
Aku merayap sampai ke atap langit. 
Aku mengunyah gelombang suara. 
Aku menyerap getar angkasa. 
Aku tinggi. 
Tinggi di atas tinggi. 
Aku dalam. 
Dalam di dalam dalam. 
Aku berputar, aku tidak pusing, aku tidak hilang. 
Aku melompat. Aku tidak jatuh. Telapakku tidak rapuh. 
Jari-jariku menapak ketetapan. Aku solid. Aku tidak rapuh.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Pertanda

Apa yang bisa aku sebut dengan tanya

Kini semakin lama dalam nyata

Aku tak tau lagi harus bagaimana

Bisa apa tidaknya aku melakukan semua


Dunia sudah tak lagi bebas bersua

Bahkan semuanya telah dibekap untuk tertawa

Bernapas tak bisa

Bahkan bergerak pun telah kaku yang tersisa


Apa arti dari semua

Hanya tanda tanya yang kurasa

Tanya sebagai pertanda aku kan tiada

Hampa... tanpa rasa... tak bersuara...


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 30 September 2012

Rahasia dan Misteri

Rahasia dan Misteri


Begitu banyak rahasia di dalam benak seseorang.
Entah itu pikiran yang baik atau buruk, dan mungkin saja tidak untuk keduanya.
Saya terkadang berpikir bahwa saya adalah seseorang yang dilahirkan kembali untuk memperbaiki sikap pada hidup saya sebelumnya di masa lalu, sewaktu saya hidup.

Banyak pikiran-pikiran saya yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang lain.
Begitu rumitnya hidup, sehingga orang-orang pintar seperti ilmuwan pun dan orang-orang detail seperti seniman pun tak tau apa yang sebenarnya mereka kerjakan.
Apakah kita hidup disini hanya untuk menunggu keberuntungan?
Ataukah hanya untuk menghampiri kematian?

Ada kejadian dimana saya sudah dapat dikatakan telah dijemput oleh kematian, dan ada juga persitiwa dimana saya telah mendapakan keberuntungan.
Disitulah saya berpikir, apa yang akan membawa saya untuk menghampiri saya setelah hidup ini?
Hingga pada suatu saat pikiran saya kacau, terombang-ambing, tercabik-cabik, dan terlempar bagaikan hempasan ombak yang tak pernah begitu tau dimana dia akan berlabuh.

Saya tidak tau apa yang bisa saya lakukan lagi. Rahasia dan misteri kehidupan yang penuh dengan kebohongan, kemunafikkan, kenaifan, serta kebusukkan dalam ranum durjamnya lingkaran setan. Menjadikan sebuah keputus-asaan yang terus berlanjut bagai rantai makanan.
Dan ketika waktu itu telah dinanti-nanti, distulah akan menjadi sebuah misteri illahi yang tak pernah terpecahi hingga aku kan mati.


---  
Bogor, 25-27 September 2012

Minggu, 09 September 2012

Bodohnya, Salahi Aku.

Sejak kujumpa dia ada yang mengganggu, tapi kucoba tuk setia sebab hati tak menentu.
Aku pun menyadari diri ini telah punya kekasih. Namun tak kuingkari kurindu padanya.
Mungkin memang benar aku yang salah. Karena kusadari dan kuakui, kujatuh cinta lagi.
Adakah artinya kejujuran nurani bila semua hanya lukai hati nan suci.




Samarinda, 2 September 2012.
            
              Ditulis ketika di ruang tunggu bandara Sepinggan, Kalimantan Timur.
              Meninggalkan Samarinda menuju Bogor.

Jumat, 07 September 2012

Rinduku manyun

Betulkah itu, ketika kamu bilang kamu pemulung rindu?
Karena rinduku berceceran di aspal berdebu.

Rinduku mengeriap di balik batu-batu kecil.
Kata mereka, rindu tersangkut, terjepit di tengah tenggorokan sungai tabu.

Rinduku tabu. Begitu tabu, teronggok berdebu. 
Begitu pekat, tenggorok tercekat.
Rinduku buta. Buta seperti awan biru. 
Buta dan kehilangan tongkat. Tersandung, mengaduh-aduh.
Rinduku manyun. Badut dan anak-anak. 
Bibir merah dan rambut acak. Rinduku malu. 
Tertelan tawa bidadari dalam bak sampah.
Rinduku heran. Terkesiap pelan. 
Detik-detik beku, semesta bisu, pilu.
Hai, kamu, kuning di tengah hitam. 
Hakimi saja rinduku. Lalu mengadu pada diam.
Berdiri di tengah gila. Terpaku pada gelisah. 
Rinduku, kapankah akan habis oksigen dalam tabungmu?
Susah. Rinduku benci matematika. 
Tak bisa hitung hari-hari, detik-detik berjuta-juta. 
Rinduku pusing. Matematika sulit.
Rindu. Rindu. Rindu. 
Pemiliknya sedang mencumbu candu. 
Rinduku beradu. Memicu riuh, menyesap malu. 
Aduh.

Membahas ReTweet dan Reply (lagi).

Merasa ada yang comment saya di postingan sebelumnya tentang Just Saying about ReTweet and Reply . Jadi saya terangkan dan perjelas lebih lanjut disini juga deh. :))

Hmm, sebenernya sih bukan soal bodoh/pinter atau soal suka/nggak-nya, ya. Saya juga dulu (selalu) memakai Retweet untuk membalas, bukannya reply. Alasannya sama, biar bisa kelihatan pembicaraan mana yang sedang dibalas.


Itu waktu saya belum tahu penggunaan Retweet dan Reply.

Tujuannya Twitter (website) membuat Retweet tanpa bisa di-edit (seperti » RT @username: Isi pesan.) adalah supaya menghindari orang mengutip tanpa menyalahgunakan isi pesan aslinya. Twitter kan micro blogging, seperti di tumblr ada ReBlog, di Twitter ada ReTweet. Jadi, maksud dasar ReTweet adalah mengutip, bukan me-reply. <-- ini juga saya baru tahu setelah sering-sering nge-tweet. :p

Model New Retweet dari web twitter.com, nggak bisa di-edit.

Bedanya menggunakan ReTweet dan Reply lagi adalah mengenai siapa yang perlu baca dan siapa yang nggak perlu baca Tweets kita.

Contoh membalas dengan RT, dengan maksud supaya semua followers bisa baca tweets ini.

Waktu kita menggunakan ReTweet, semua followers kita secara otomatis mendapat tweets kita di timeline-nya. Tapi, nggak begitu dengan reply. Kalau kita menggunakan reply, hanya orang-orang di lingkaran dalam aja yang mendapat tweets kita di timeline mereka. Lingkaran dalam maksudnya, orang-orang yang kita follow dan yang follow kita (friends, ibaratnya). Nah, orang-orang yang bukan friends, misalnya, kamu gak follow teman saya dan saya sedang reply tweets dia, timeline-mu gak akan terima tweets reply-ku itu. Karena kamu nggak follow dia.

Contoh membalas dengan reply, yang tentunya nggak akan terbaca
 oleh followers saya yang tidak follow @YunindaNurlita.

Oh ya, fakta lain yang saya baru tahu lagi, waktu kita reply, kita bisa tahu loh tweets mana yang orang balas. Kalau kamu lihat tulisan "view conversation" di bawah setiap tweets kamu, itu link yang nyambung ke page tweet balasan. Coba deh di-klik. Nah, dengan nge-klik link itu, kita bisa telusuri pembicaraan. Menurut saya itu malah lebih praktis daripada membaca RT-an yang format-nya berkesan 'berantakan'.

Kalau kita klik di tulisan "view conversation", maka kita akan
dibawa ke tweet yang kita balas sebelumnya.
Ini link "view conversation", tweet yang saya balas menggunakan reply.

Kalau kita menggunakan reply, kita bisa telusuri dari mana asal pembicaraan kita.

Saya sendiri termasuk yang sangat terganggu dengan orang-orang yang selalu memakai ReTweet untuk reply. Dan ini malah menjadi case sensitive untuk mereka yang nggak mengerti. Yah, ini kan situs jejaring sosial. Ada aturan-aturannya. Bukan masalah follow atau unfollow doang, toh?

Ketika kita tahu perbedaan penggunaan Reply dan ReTweet, orang akan bisa menilai bahwa tweets kita itu memang ditujukan untuk dibaca semua orang atau tidak. Makanya, suatu hari ada hashtag #hariRTpujiansedunia. Itu jadi candaan orang-orang yang suka ngebales tweets pujian dengan RT. Supaya pujian itu bisa terbaca semua orang di timeline. :)) Karena kalau menggunakan reply, nggak semua orang akan baca tweets reply pujian itu. :))

Lagi, persoalan Reply dan ReTweet ini seperti ketika kita bicara dengan teman. Kalau kita nggak kenal dengan seseorang, untuk apa kita perlu dengar pembicaraannya dengan orang itu? Kalau saya selalu menggunakan ReTweet dan membicarakan hal yang nggak ada hubungannya dengan kamu, kamu tentunya nggak akan peduli dengan obrolan saya dan teman-teman saya, toh?

Ya gampangnya sih nggak usah dibaca kalau nggak merasa penting, atau unfollow aja. Tapi bukan di situ konteks yang sedang dibicarakan, kan?

Emm, ini pandangan saya aja sih. :D

Kamis, 06 September 2012

Just saying about ReTweet and Reply...

Udah lama sebenernya mau berkeluh kisah tentang twitter di blog,
tapi belom sempet-sempet. Atau kadang-kadang tiba-tiba hilang aja mood nulisnya. Bukan apa-apa sih, cuma sekarang heran aja semakin banyak orang pintar. Ehm.. atau merasa lebih pintar, merasa lebih smart ..
Kayak gini deh misalnya.. 
Aku pernah dikomenin masalah beginian. Karena aku suka pake retweet dulu. Menurut aku Retweet lebih enak, karena bisa nyambung apa yang lagi dibicarain jadi bisa tau kenapa orang bales tweet kamu itu mengacu pada tweet yang mana. For some people, Retweet lebih enak digunakan karena dasar-dasar itu. Dan informasi yang mau disampaikan sama yang ngetweet sebelumnya juga kebaca sama orang lain.
Sedangkan untuk Reply, aku pribadi make Reply untuk bales komen atau ngejawab pertanyaan tweet lain. Kadang-kadang suka lost in translation sih kalo bales tweet tapi gak ditulis Reply-an itu untuk tweet yang mana.
Yah intinya sih, gimana enaknya kamu aja. That’s your timeline, itu hak kalian untuk berbicara. Kalo gak suka, tinggal unfollow. Kelar.
Tapi aku masih heran kenapa banyak orang-orang yang merasa diri mereka berada di linikala dan memunculkan komentar bahwa pengguna Retweet itu bodoh. Udah pinter ya jaman sekarang, cuma karena Retweet dan Reply kamu bisa menjustifikasi orang kalo mereka pintar atau bodoh.
Atau ada yang bilang gini ke kamu..

Bukan nyampah, tapi emang kamu aja kali yang gak punya temen. Cuma follow beberapa linikala, makanya gak variatif dan isinya orang itu-itu lagi juga.
Atau..
Bukan nyampah, kamu aja kali yang gak pernah ngetweet. kerjaannya mantengin timeline sama nge-RT quotes-quotes aja. Just saying.
Sebenernya masih adalagi, tapi seperti biasa otak saya ke distract sama sesuatu jadi.. LUPA DAH MAU NULIS APA LAGI
*toyor-toyor kepala sendiri*
:D :D
Jadi aku sih cuma mau bilang aja, itu kan account  jejaring sosial ya yang dimiliki pribadi. Pada dasarnya ya terserah yang punya account mau nulis gimana, kalo gak suka hasil tweet-nya unfollow just a click away. So, don’t bother being twitter-smart-ass person yang seolah-olah khatam sama hukum pemakaian Twitter.
Oh iya, yang mau follow twitter aku silahkan loh ya ada di sebelah kanan atas itu. Feel free to follow :) *promo terselubung* *biar aja deh ah*

Cherioooo!
:D

Minggu, 02 September 2012

Konsonan Dusta

Nyata. Realitas merangkak di depan bola mata.

Tangis. Pilu mendengungkan pekik.
Sakit. Gundah menggubah konsonan dusta.
Mati. Itu yang pasti.

Selasa, 21 Agustus 2012

Kota

Bising kota menyuarakan pilu.
Bibir kota tak pernah kelu.
Beda dengan mata desa.
Sayu. Kemayu.
Malu. Namun satu.

Getarkan bibirmu, Kota!
Takutlah!

Tenanglah sedikit, Kota!
Usaplah peluh, hentikan keluh!
Aku lelah!

Celoteh klaksonmu di pagi hari,
bertibanan dengan kicau burung.
Pusaran asapmu di awal hari,
bertabrakan dengan desir angin.

Ah, kota, kapan kau akan hening?

Kau tindih telingaku dengan rintih.
Kau cambuk retinaku dengan abu.
Aku buta, tuli! Kapan kau bisa tenang, sedikit?

Kota, kau terlalu besar untukku.
Atapmu terlalu kotor bagiku.
Hitam, temanku, kasihan dia.
Tak lagi berkawan dengan bintang-bintang.
Karena atap kotormu.

Kau jahat, Kota!
Meski air mata tak kau butuhkan dariku,
kau yang membuatnya berjatuhan.
Saling menyeruduk seperti tak tahu aturan.
Ya, air mata ini!

Kalau kukata, "Pergi!"
kau berbalik memerintahku.
Dengan kata yang sama.
Dan lagi, aku termangu,
memandangi atap kotormu.

Kota, kapan ini akan usai?

Kamis, 09 Agustus 2012

Pelajaran Dikte Bapak Dosen

Ini kelas orang besar
Pelajaran orang besar
Cara belajar anak kecil

Definisi didikte
Murid-murid mencatat dikte
Persis saat aku SD
Pelajaran anak kecil
Pelajaran menulis dikte

Aku pernah pintar waktu SD
Pintar menulis dikte Ibu Guru
"Ada dokter mandi di kali titik" begitu
"Mengapa semut setrip semut tertawa tanda tanya"
Begitu.

Sekarang aku sudah besar
Sekarang aku sudah bodoh
Karena tak bisa dikte Bapak Dosen

Karena bodoh
aku bosan.

***

Bogor, 20 Januari 2012
di kelas Kapita Selekta Usaha Perkebunan
sekitar pukul delapan malam

Senin, 30 Juli 2012

Aku Mempertahankanmu Karena Aku Menyayangimu

Aku Mempertahankanmu Karena Aku Menyayangimu
Kenapa hubungan ini ingin aku pertahankan? Jawabannya adalah karena aku mencintaimu. Sebuah penjelasan yang gamblang bukan? 
----------------------------------------------------------

Kita tak bisa seperti ini terus kalau ingin tahan lama. Menurutku, kita jangan berkomunikasi dulu sampai situasinya mendingan. Kumpulkan saja rindunya dulu, nanti, jika sudah sangat rindu, baru kita akan berkomunikasi lagi. Tapi, dengan syarat, kita tetap konsisten untuk saling menjaga hati dan setia. Intinya, kita harus berusaha membuat hubungan kita terkesan tak menjenuhkan jika ingin langgeng.
Delivered. Pesan itu pun terkirim setelah aku berpikir keras bagaimana caranya mempertahankan hubunganku dengannya. Setelah situasi rasanya kondusif, lalu pesan baru pun ku kirim lagi.
 "Aku ingin bersama denganmu, tapi entah bagaimana rasanya bila orangtuamu serta keluargamu tak kunjung memberikan apresisasi dari hubungan ini."


Aku mempertahankanmu karena yang ku lihat kamu sebenarnya masih menyayangiku juga. Tapi, andai kamu tau. Betapa takutnya aku, kalau pada kenyataannya kamu lebih bahagia jika tidak terperangkap bersamaku di sini; menjalani hubungan apa adanya dan biarkan waktu menjawab takdir apa yang akan kita terima kelaknya.

Bogor, Maret 2012
Rangga Perdana.


.

Sabtu, 14 Juli 2012

Untuk kamu: Kenangan

Aku mengenangmu. Lagi.

Persahabatan tidak dipelajari lewat buku panduan,
tapi lewat waktu yang terlewatkan.
Kamu mati, tapi kenanganmu tidak.

Nafasmu tak ada lagi.
Tawamu tak terdengar lagi.
Tapi jantung kenangan tentangmu berdetak terus.
Waktu tak bisa berbuat apa-apa tentang itu.

Kenangan tentangmu abadi. Seumur surga. Sebaya semesta.


Kenangan ini tidak akan pernah bertemu bapak penggali kubur.
Tidak akan bertemu api dan kayu bakar. Kenangan ini seumur semesta.

Aku mengenalmu. Dan aku mengenangmu.
Otakku kecil, tapi kenangan tentang kamu besar.

Mengenangmu seperti mengemut gulali.
Manis. Hangat. Yang menarik, gulalinya tak pernah habis.

Jangan kuatir untuk pergi. Kenangmu, di hati.

Semesta, jangan mati.
Aku menitipkan kenangan tentangnya padamu.
Aku tahu, kamu abadi.

Kotak kenangan ini, yang dijaga oleh semesta,
mengeluarkan harum yang berbeda-beda. Harum-mu.

Bumi berputar mengelilingi matahari.
Kenanganmu berputar berkeliling di tempurungku.

Kamu selalu menyenangkan.
Kamu telah menjadi sahabat.
Sahabat mana yang bisa dilupakan?
Tidak ada. :)

Waktu yang terlewatkan,
itu yang membuat kenangan menjadi abadi.
Waktu tak pernah mati. 
Seperti kenangan tentangmu.

Tak sedih lagi.
Waktu dan kamu berjalan beriringan.
Aku tak merasa kehilangan.
Kamu, waktu, dan kenangan, adalah satu. Keabadian.

Aku sayang kamu. Kamu selalu tahu itu.
Suatu hari, aku akan bergabung dengan kamu, waktu, dan kenangan.

Aku mau seperti kamu.
Menjadi kenangan yang harum,
yang berjalan beriringan dengan waktu,
dan dijaga oleh semesta.

***


Untuk Saya dan kenangan diantara mereka yang telah ada dan tiada dimana saja
Kenangan seperti kelopak bunga. Awalnya harum. Lama-lama kering.
Meski kering, tetap indah. Selipkan di lembar pikiranmu, sebagai pembatas.

Selasa, 03 Juli 2012

Menyusur Jalan Menjelang Pagi

aku menikmati lampu-lampu jalan satu persatu padam
bagaikan daun-daun cahaya berguguran begitu saja

aku menyaksikan segenap bayang-bayang berbaring menyatu
dengan jalan sebelum matahari juga pagi datang dan mereka
sekali lagi dihidupkan

dan tiba-tiba saja aku mau kau ada berjalan di sisiku
tanpa bicara.

Sabtu, 23 Juni 2012

Sepasang Pohon Gerbang

saban jelang lebaran sepasang pohon itu mengajak pulang
mereka berdiri menjaga kampungku dari para pendatang
itulah mengapa orang memberi nama pohon gerbang
kalian akan paham jika suatu kali datang bertandang

pohon sepasang itu sudah amat tinggi menjulang
batang kokoh dan daun-daunnya sungguh rindang
melihatnya aku selalu berpikir mereka dua orang
satu berdiri di kanan jalan, satu di sisi seberang

pada bulan-bulan kering, di bawah matahari siang,
orang-orang senang bernaung menanti datang petang
pada malam hari tempat cengkerama para lajang
menemukan mereka bercumbuan tidaklah jarang

di musim-musim penghujan dedaunnya saling silang
aku membayangkan seperti tangan kekasih dua pasang
ulur-berulur menjangkau ingin berdekap berbagi sayang
lari dari dingin cuaca meski dilerai jalan membentang

lebaran tahun lalu aku saksikan daunnya makin kurang
sepasang orang itu seperti nenek kakek tinggal tulang
pikirku tak lama lagi seseorang akan datang menebang
oh, mayat mereka akan terlentang sungguh panjang

setelah uang saku hilang, juga tak ada tabungan, gaji kurang
kalau mau pulang ke sana-sini aku harus mencari utang
maka lebaran kali ini sayang aku tidak mampu pulang
di tidurku dua pohon itu tak henti terbayang-bayang

lewat tetangga aku titip salam kepada pohon gerbang
tetapi, katanya, dua pohon itu dua bulan lalu tumbang
saling bersilang di tengah jalan menyusahkan orang-orang
seperti lebaran di kampung, pohon gerbang tinggal kenang.

2010

Sabtu, 09 Juni 2012

Hujan. Langit. Halo!

Malaikat langit, kalau nyapu 
Aku berasa dikerjain langit deh kalau pulang basah-basahan.

Malaikat langit, kalau nyapu jangan marah-marah dong. Tuh, kotorannya pada turun semua ke bumi. Jangan banting-banting barang juga, berisik!

Hoy, hujan! Sedang deposito ya di bumi? Jangan banyak-banyak, nanti kami rugi.

Langit sedang menghamili bumi.

Langit tidak sedang menangis. Langit sedang olahraga.
Sedang angkat barbel. Jakarta mandi keringat. Keringatnya langit.

Sedang ada pasar malam di langit.
Ibu-ibu surga pada belanja sambil bergosip.
Bersenggol-senggolan, minuman dan keringatnya tumpah ke bumi.

Team cheerleader langit sedang sangat bersemangat.
Keringatnya bercucuran deras sekali, sampai rambutku basah semua.

Tenggorokan langit sedang banyak reak.
Langit, kau butuh obat batuk?

Atap semesta bocor.

Langit, tertawalah! Tapi jangan kentut!

Langit tertawa-tawa sampai keluar air mata.
Apa sih yang begitu lucu? Pasti sedang mentertawakan para koruptor. Atau para perusuh kota.

Langit, matamu sedang gatal ya? Iritasi? Sini, biar kugaruk.

Langit, kau pakai parfum apa?
Semprotan parfummu sampai ke sini.
Wangi sekali. Boleh kupinjam sekali-kali?

Hei, langit sedang berorkestra. Suara bas-nya begitu membahana.
Indah, indah sekali! Siapa konduktornya? Sungguh, ingin kukecup pipinya.

Telingaku sibuk. Meneliti melodi langit.
Ting tung ting tung ting ting tung. Chis chik chis tsik tsuk.
Telingamu sibuk juga tidak?

Hujani aku dengan keringatmu, Langit.
Sibukkan mataku menghitungi bulatan-bulatan hujan.
Kecup pipiku, Hujan. Ingin kucuri aromamu.


Aku pencuri aroma bulan. Kamu?
Aku pengagum melodi langit. Kamu?
Mataku tak pernah sibuk. Kala menggidik pada langit, bintang-bintang menyembunyikan diri. Cih!

Sampai tetes terakhir air matamu,
saat itulah huruf terakhir dari kata-kataku.
Yang sedari tadi tentangmu, Langit.

Bosankah kau? Mendengarku membicarakan langit dan tangisannya?
Salahkan langit, ia masih juga berkaca-kaca.

Kalau langit belum berhenti juga menangis, aku tidak berhenti menulis. Sekarang ia masih terisak.

Jumat, 01 Juni 2012

Selamat Pagi, Semesta!

Kelopak pagi, harum. 
Hijau semesta, tersenyum. 
Biru udara, berdentum. 
Aroma awan, berlari. 
"Pagi," sapa Mentari.
Anak angin mengecup pipi. 
Mataku menyipit. 
Mengintip dari punggung Mentari. 
Menanti.
Sebentar lagi, 
jingga akan mencumbu biru. 
Biru mendekap putih. 
Lalu Mentari, menyungging senyum. 
Membuai kolong semesta.
Kaki-kaki kecil, cakar-cakar mungil. 
Seriosa parkit, nada-nada burung gereja.
Dansa rumput hijau, parfum tanah merah. 
Dendang daun-daun. Gemerincing kecapi air. 
Selamat pagi, semesta. 
Semesta tak terlihat.
Semesta yang di sana.

Selasa, 15 Mei 2012

Lima Hal Memalukan dari Masa Kecil Saya

Banyak teman saya di linikala membicarakan masa kecil mereka. Berikut ini lima hal memalukan dari masa kecil saya.
1.
Ngompol. hingga kelas 5 sekolah dasar, saya masih sering ngompol. modusnya selalu sama: mimpi berenang atau main hujan. ketika bangun, kasur dan selimut sudah basah. Saya jarang menginap di rumah orang karena hal ini. tapi, karena terpaksa, saya pernah menginap di rumah salah satu keluarga saya dan ngompol. Sekali.
2.
Mencuri. Saya pernah mencuri buku di perpustakaan sekolah. saya sering mencuri uang tabungan saya sendiri dan mencongkelnya diam-diam. Saya pernah beberapa kali mencuri buah kelapa milik orang yang gak pernah diurus. Saya pernah mencuri jambu tetangga saya. Saya pernah mencuri permen teman sebangku saya.
3.
Kecepirit. Tidak lengkap hidup seseorang sebelum merasakan hal memalukan satu ini. kelas 3 sekolah dasar, saat ulangan matematika, saya mengalaminya. Tidak ada teman saya yang tahu seandainya saya tak memberi tahu teman sebangku saya. Fatalnya dia mengumumkannya sesaat setelah saya mengatakannya. Ini lebih memalukan daripada kentut-tak-disangka-bersuara-nyaring di depan orang banyak.
4.
Surat cinta. saya mengirim surat cinta pertama kali ketika masih kelas tiga SD. Saya kirim ke teman sekelas saya, yang bernama Rindu. Dia menangis entah kenapa dan saya dihukum berdiri di depan kelas.
5.
(belum siap mengatakannya)

Jumat, 11 Mei 2012

Bunga Hujan

Langit, menangislah yang deras.
Lagian aku tak mau mengusap air matamu.

Dan, hujan, bisakah kita bertukar peran?
Aku ingin menjadi kamu.

Aku tahu, bahkan tetesan hujan
dari langit yang tertinggi pun
akhirnya jatuh ke aspal juga.

Aku ingin tahu,
dari mana asal hujan?
Apakah hujan punya keluarga?

Satu tetes hujan jatuh di bahuku,
aku memikirkannya.

Berapa jarak yang telah ditempuhnya
dari awan sampai bahuku?
Secepat apa jantungnya terpompa?

Kalau hujan ingin jatuh di bahuku, atau di atas rambutku,
apakah ia akan merasa sedih jika aku memakai payung?

Apa yang dikatakan hujan sewaktu akhirnya
sang awan melepaskannya dari ketinggian?

Kalau hujan merasa sepi, lalu menangis,
apakah ia sedang melahirkan anak hujan?

Saya tak suka hujan, hanya jika aku memakai make up.
Tapi saya tak suka make up, jadi saya lebih menyukai hujan.

Oh, bunga-bunga!
Ayo, berganti bajulah.
Aku mau sebentar saja memakai baju warna ungumu.

Aku mau tahu,
apa yang dirasakan bunga
ketika ia pertama kali mekar?
Apa yang dikatakannya
ketika ia menjadi layu?

Pertama mekar ia dipuji,
waktu layu ia dibuang.

Padahal hidup bunga begitu singkat.
Sebentar saja ia tersenyum, lalu layu.
Kasihan. Padahal, baju-bajunya begitu cantik.