Minggu, 15 Desember 2013

Aku bukan aku yang aku

Tahukah kamu? Aku bukan aku yang aku. 
Ini pernah kukatakan sekitar setahun lalu. Ingatkah? Oh, kamu belum mengenalku saat itu. Kalau kukata aku makan apel, belum tentu aku sedang makan apel. Kalau kukata aku sedang minum apel, mungkin saja aku sedang minum apel. Kamu gak perlu mengecek kebenaran kata-kataku, atau menilainya dengan logika dengan peraturan. Di sini, di duniaku, aku menggabungkan semuanya. Imajinasi, memori, mimpi, nyata maupun fiksi. Kamu tak perlu cari tahu mana fakta mana imaji. Kamu tak perlu seserius itu. Aku bukan pendeta, bukan pujangga, bukan presiden, bukan pondok pesantren. Mungkin aku memiliki tuhan, mungkin juga tidak.
Aku bukan aku yang aku. Apa kamu mengerti?
Aku menikmati hidup seperti aku menikmati duniaku. Hidup bukan pelarian dari ketakutan dalam imaji. Imaji bukan pelarian dari takut akan hidup. Aku, duniaku, dan hidup adalah satu. Kamu gak perlu cari tahu mana yang mana, dan mana yang bukan mana. Sempat kupikir, mungkin sebaiknya aku mengganti namaku menjadi sesuatu yang sama sekali bukan aku. Tapi aku tak terpisah dari mana-mana. 
Jiwaku, duniaku, dan hidup, mereka semua satu.
Aku tak perlu mengatur kata-kata, atau mengukurnya untuk sampai ke kedalaman hatimu. Aku tak perlu menerbangkan kata-kata yang lepas dari logika hanya untuk menyapih keinginanmu untuk terbahak atau ter-galau. Aku mesin yang kuciptakan sendiri. Aku bukan mesin yang kamu ciptakan. Aku bukan mesin. Aku mesin. 
Duniaku penuh air. Air itu aku.
Kalau kamu masuk ke dalamnya, kakimu akan basah. Kakimu, jempol kakimu, tumitmu akan basah oleh aku. Kamu tak perlu mengklasifikasikan apapun, apakah pohon perlu dipadankan dengan pohon, apakah ikan perlu dikawinkan dengan ikan. Tak perlu. Kamu hanya perlu bebas, mungkin lupa kalau logika pernah ada. Tertawa dan menangis di saat bersamaan. Gila dan waras di saat bersamaan. Cantik dan jelek di cermin yang sama. Semua itu wajar. 
Batasan yang ada hanyalah batasan yang kamu buat. Aku, air, gunung-gunung, dan kodok di duniaku gak akan membatasi kamu. Sejauh mana kamu mengartikan duniaku, sejauh kamu mengartikan duniamu. Kala kamu masuk, kamu masuk ke duniaku yang adalah duniamu sendiri. Kamu mengerti? Gak apa. Nanti kamu akan tahu sendiri. Saat sayapmu mulai kuat untuk terbang menembus logika dan batasanmu sendiri. 
Saat masuk ke duniaku, kamu akan bingung di mana pintu keluar? Padahal duniaku tak memiliki pintu sama sekali. Padahal pintu yang kamu kira pintu itu adalah pintu yang kamu bawa kemana-mana dalam kantongmu sendiri. 
Di situ keajaibannya. Doraemon gak miliki dunia seluas ini. Dan kamu baru memasukinya.