Selasa, 21 Agustus 2012

Kota

Bising kota menyuarakan pilu.
Bibir kota tak pernah kelu.
Beda dengan mata desa.
Sayu. Kemayu.
Malu. Namun satu.

Getarkan bibirmu, Kota!
Takutlah!

Tenanglah sedikit, Kota!
Usaplah peluh, hentikan keluh!
Aku lelah!

Celoteh klaksonmu di pagi hari,
bertibanan dengan kicau burung.
Pusaran asapmu di awal hari,
bertabrakan dengan desir angin.

Ah, kota, kapan kau akan hening?

Kau tindih telingaku dengan rintih.
Kau cambuk retinaku dengan abu.
Aku buta, tuli! Kapan kau bisa tenang, sedikit?

Kota, kau terlalu besar untukku.
Atapmu terlalu kotor bagiku.
Hitam, temanku, kasihan dia.
Tak lagi berkawan dengan bintang-bintang.
Karena atap kotormu.

Kau jahat, Kota!
Meski air mata tak kau butuhkan dariku,
kau yang membuatnya berjatuhan.
Saling menyeruduk seperti tak tahu aturan.
Ya, air mata ini!

Kalau kukata, "Pergi!"
kau berbalik memerintahku.
Dengan kata yang sama.
Dan lagi, aku termangu,
memandangi atap kotormu.

Kota, kapan ini akan usai?

Kamis, 09 Agustus 2012

Pelajaran Dikte Bapak Dosen

Ini kelas orang besar
Pelajaran orang besar
Cara belajar anak kecil

Definisi didikte
Murid-murid mencatat dikte
Persis saat aku SD
Pelajaran anak kecil
Pelajaran menulis dikte

Aku pernah pintar waktu SD
Pintar menulis dikte Ibu Guru
"Ada dokter mandi di kali titik" begitu
"Mengapa semut setrip semut tertawa tanda tanya"
Begitu.

Sekarang aku sudah besar
Sekarang aku sudah bodoh
Karena tak bisa dikte Bapak Dosen

Karena bodoh
aku bosan.

***

Bogor, 20 Januari 2012
di kelas Kapita Selekta Usaha Perkebunan
sekitar pukul delapan malam